Minggu, 25 November 2012

Jalan- Jalan Malam Di Kuta Bali

Pose andalan solo traveler
Tujuan utama saya pergi ke Bali kemarin sebenarnya hanya untuk belajar menyelam. Awalnya saya tidak punya target untuk mengeksplore banyak tempat di sana, tetapi berhubung kegiatan selam-menyelamnya cuma berlangsung siang hari,  saya berfikiran akan punya banyak waktu di malam hari. Alhasil, saya pun googling mencari tempat-tempat di Bali yang bisa saya kunjungi di malam hari. Ketika rencana jalan untuk 4 malam sudah disusun, dan sudah diputuskan untuk mencari hotel di Kuta, (lokasi menginap terbaik untuk mengakses semua rencana), rupanya faktor “U” berkata lain.

Entah karena kecapekan setelah seharian berendam di kolam renang & laut, atau karena saya harus “melahap” 250 halaman buku manual menyelam, atau memang benar-benar faktor “U” membuat mata saya tak bisa berkompromi ketika jam menunjukkan pukul 8 malam. Saya seperti tidak punya energi lagi untuk begadang. Setiap berjalan kaki 300 – 500 m, rasanya sudah pengen balik ke hotel untuk tidur. 
Sebenarnya waktu itu, saya memang benar-benar jaga kondisi, terlebih tiap pagi saya harus punya kondisi fit untuk menyelam.  Sebelum berangkat ke Bali, saya sudah merasakan tanda-tanda bakal terserang flu, padahal terserang flu bisa jadi bencana saat menyelam. Flu akan mengganggu kemampuan beradaptasi kita di dalam air saat menyelam, dan pemakaian obat flu pun juga dilarang saat melakukan penyelaman. Jadi dari pada saya gagal menyelam mending saya batasi keluar malam (alasanku bagus khan…padahal ngeles)
Dari sedikit waktu yang saya habiskan waktu, ini beberapa tujuan yang bisa saya rekomendasikan saat anda ingin menghabiskan malam  di kuta :
1. Kuta Theatre.
Kuta theatre. No camera allowed
Kuta theater adalah sebuah pertunjukkan drama tari yang dipadu dengan pertujukkan sulap. Lokasi Kuta theatre ada di Jl. Kartika Plaza (Sebelah Kuta Waterbom Park). Harga tiketnya Rp. 80 ribu dengan durasi pertunjukan  + 20 – 30 menit.  Pertujukkan menampilkankisah persahabatan Gusti atmaja – Ni ulantari. Gusti yang mendadak berubah sikap gara-gara tak kuat “mental” menjadi OKB (orang kaya baru), menjadi suka berfoya-foya & bahkan berlaku kasar pada sahabatnya Ni ulantari. Hingga kepergian Ni ulantari mengingatkan Gusti bahwa dirinya telah bertindak kebabalasan.

Menampilkan sebuah kisah dalam lagu sudah biasa, dalam tari pun juga sudah biasa, tetapi kuta theatre menampilkan dalam pertunjukan sulap. Terus terang walau trick-trick sulapnya sudah pernah saya lihat di TV-TV, tetapi saya masih merasa takjub dengan melihatnya secara langsung. Pilihlah deretan kursi pertama, dan jangan berkedip sedikit pun (emang bisa?) demi melihat orang yang tiba-tiba muncul di panggung, atau tiba-tiba menghilang, terbelah, dan lain sebagainya. Walau ada adegan orang terbelah tetapi semua adegan ditampilkan tidak terlalu keras untuk disaksikan anak-anak. 

Di Kuta Theater sebenarnya adalah momen pertama saya melihat tarian bali secara langsung, still amazing with their eyes….

2. Pantai Kuta
Pantai kuta saat sunset jadi lautan manusia
Saat malam, cobalah pergi ke pantai Kuta untuk merebahkan diri di hangatnya pasir dengan hembusan angin laut yang dingin. Apalagi suara ombak, menjadikan tempat ini sebagai tempat relaksasi yang gak kalah dengan tempat relaksasi spa yang mahal. Walau sunset di tempat ini keren, tetapi waktu terbaik untuk pergi ke tempat ini justru diatas jam 10 malam. Pada jam tersebut  pantai sudah mulai sepi, dan hingar bingar musik café, bar & kebisingan jalanan juga mulai berkurang. Sayangnya tempat ini jadi ajang favorit orang pacaran, bahkan aksi mereka kian hot jika lewat tengah malam. Hati-hati kebablasan, karena ada polisi adat yang bisa merazia anda.

3. Mall Discovery kuta.
Live music discovery mall
Halah jauh-jauh ke bali masa mainnya ke mall? tips ini khusus untuk wisatawan yang tinggal di kebun tebu seperti saya hahahahha. Sebenarnya saya sendiri tak menikmati berada di mall, tetapi Mall Dicovery ini beberapa kali menampilkan suguhan live music yang sayang dilewatkan. Saat saya berkunjung, ada 2  live music yang digelar dari 2 genre music yang berbeda. Ada pertunjukkan musik rock di halaman mall, dan favorit saya : live music folk/ethnic, dari seorang musisi suku Indian (haduh lupa namanya) di dalam mall, yang terpenting disana GRATIS!

4. Pasar wisata kuta.
Agak unik ya ketika saya merekomendasikan wisata belanja.  Bagian terbaik mengunjungi Pasar Wisata Kuta adalah melihat barang-barang kerajinan bali, berbagai produk spa berikut aromatherapy, dan…. Bagi sebagian orang mungkin bertanya apa asyiknya? menurut saya tetap saja menarik melihat kerajinan Bali langsung dari tempat asalnya. Saya sendiri membeli sebuah sarung bali dan seorang gadis cantik dengan sabar mempraktekan berbagai teknik memasang sarung dengan tangan melingkar di pinggang saya (ok jangan ditiru #modus ini ya).

5. Tempat makan, Spa, Café, & Bar
Bagi yang sudah pernah ke Bali pasti tahu tempat-tempat ini mendominasi jalanan Kuta. Saya tidak bisa merekomendasi tempat terbaik, karena saya juga tidak punya cukup waktu (dan uang) untuk mencoba satu persatu. 

Live music folk/ethnic di discover mall
Untuk tempat makan, disini saya belajar bahwa tempat dengan lokasi strategis punya harga makanan yang luar biasa mahal, walau rasanya sama dengan tempat makan di tempat lain dengan harga jauh lebih murah. Saya katakan lokasi strategis adalah lokasi yang dekat pantai dengan dan atau view sunset. Kadang beberapa beberapa tempat ini sebenarnya biasa saja, tetapi entahlah Bali seperti punya atmosfir sendiri yang membuat segalanya jadi istimewa. Ditambah banyaknya orang asing dari berbagai dunia disini, Kalau boleh pinjam istilah atraksi turis melihat turis.

Teman baru saya sebenarnya merekomendasikan beberapa bar terbaik lengkap dengan minuman terbaik mereka, sayangnya saya tidak minum alkohol jadi saya tidak begitu mengerti “rekomendasinya”. 

Saya hanya mencoba pijat refleksi di salah satu tempat spa di dekat hotel tempat saya menginap. Saya memperhatikan therapist disana telah dibekali bagaimana berinteraksi dengan para tamu dari berbagai bangsa, jadi mereka lebih hangat dalam melayani tamu, tak salah Bali selalu mendapat predikat wisata spa terbaik

Ada yang sudah proaktif bertanya referensi esek-esek,  wah nanti judulnya jalan-jalan om senang donk hahahahaha.

Senin, 12 November 2012

Hutan Terakhir Kota Surabaya

Jalur tracking Hutam Mangrove Wonorejo
Sebagai Kota metropolitan, Surabaya rupanya masih memiliki kawasan lindung berupa hutan mangrove, dan bisa disebut sebagai hutan terakhir yang tersisa di kota itu. Hutan Mangrove yang memiliki luas lebih dari  2.300 Ha ini terletak di Wonorejo, Rungkut atau pantai timur Surabaya. Di sekitar hutan ini terdapat buzem atau danau tempat pengendali banjir Kota Surabaya, sekaligus menghubungkan buzem ini dengan lautan (selat Madura). Apa jadinya jika Surabaya tidak melindungi kawasan ini ya?

Lay out Hutan Mangrove Wonorejo
Pemkot Surabaya menetapkan kawasan ini sebagai kawasan ekowisata sejak awal 2010. Kawasan ini juga merupakan kawasan ujicoba program konservasi hutan mangrove yang dilakukan Menteri kehutanan dengan Japan International Cooperatinon (JICA). Hutan terakhir ini memang perlu segera diselamatkan mengingat kawasan ini kian terdesak oleh pembangunan disekitarnya. Hutan ini berada diatara tambak-tambak petani dan juga terhimpit pembangunan real estate yang kian pesat. Kehilangan hutan ini artinya Surabaya akan juga kehilangan tempat pengendali banjir, kehilangan penahan abrasi air laut, hingga hilangnya habitat bagi 84 species burung & kawasan singgah 44 species burung imirgrasi.

Sebagai kawasan wisata, Hutan Mangrove Wonorejo ini tidak terjangkau kedaraan umum. Anda bisa menggunakan taksi untuk menjangkau kwasan ini, dan siap-siap menelpon taksinya untuk kembali menjemput anda. Ada 2 kegiatan yang bisa dilakukan disini, antara lain : tracking melintasi hutan mangrove dengan jalur sepanjang 500 meter atau berperahu sejauh 3,5 km menuju muara “Sungai Londo”.

Menara pantau yang sayangnya....
Jalur tracking berdiri diatas lahan gambut dengan kayu sebagai alas ini sebenarnya cukup nyaman, dan rindang oleh pohon mangrove, tetapi tetap saja hawa kota Surabaya yang sangat panas (apalagi ini di dekat pantai) membuat keringat mengucur.  Saya cukup menikmati berjalan – jalan di hutan ini, dengan pemandangan dari suatu ekosistem yang berbeda dari yang biasa saya lihat seharian. Di sini kita bisa mengetahui berbagai jenis pohon mangrove, dan berbagai biota unik seperti :  ikan yang bisa berjalan di lumpur. Di ujung jalur tracking ini terdapat menara bird watch yang sayangnya belum jadi. 

Belum puas, saya mencoba beperahu di “Sungai Londo” (entah apa nama aslinya, menuju Laut Wonorejo (sebenarnya selat Madura). Untuk perjalanan sejauh 3,5 km ini dibutuhkan waktu sekitar 20- 30 menit. Disepanjang jalan saya menjumpai berbagai jenis burung pantai/laut, & monyet ekor panjang yang katanya mendapatkan makanan dengan “memancing” kepiting dengan ekornya. Sebagai “orang yang tinggal di kebun” jumlah & ragam species yang saya temui di sepanjang sungai ini tidak sebanyak seperti yang saya jumpai di kebun tebu di Lampung.

Jalur tracking menuju gazebo
Perjalanan berperahu ini berakhir di muara sungai, tempat pertemuan sungai dengan laut (Selat Madura). Di sini biasanya kita “ditinggal” oleh perahu yang kita tumpangi, tapi jangan khawatir, mereka biasanya kembali lagi sekitar 40 menit -1 jam.  Di dermaga muara sungai ini terdapat Jalur tracking yang mengarah ke gazebo yang menghadap laut & sebuah restoran. Sayangnya jalur trackingnya yang mengarah ke gazebo itu terbuat dari bambu, yang menurut saya tidak cukup stabil (apalagi jika disana sedang padat pengunjung). Belum lagi saya melihat salah satu bagian gazebo yang ambruk ke laut, membuat saya sempat berfikir 2x untuk memasukinya.

Saya pikir jika di dalam hutan mangrove saja sudah panas, apalagi di gazebo di tepi pantai yang diberi nama “Poltabes” dan “Pertamina” (diberi nama sesuai dengan instansi yang membangunnya), tetapi ternyata saya salah. Berada di dalam gazebo ini sangat sejuk, tenang, dan hanya terdengar suara burung dan deburan ombak. Di lantai 2 gazebo pertamina anda bisa melihat view keseluruhan hutan mangrove, cocok untuk yang suka aktivitas bird watch. Lokasi ini sebenarnya juga cocok untuk aktivitas memancing, saya melihat banyak ikan berlompatan di jalur dari pertemuan arus sungai & laut. 


Gazebo pertamina
Sayangnya “kesyahduan” ini dirusak dengan perut saya yang lapar. Celakanya restauran disini ternyata tak buka setiap saat. Saya tidak membawa makanan dan minuman, dan tempat ini  tak memiliki akses ke daratan utama, membuat saya hanya bisa menunggu datangnya perahu, untuk membawa saya kembali ke daratan utama.

Saya mendengar ada perbedaan konsep dalam melindungi kawasan Hutan Mangrove ini. Konsep ekowisata dinilai bertabrakan dengan konsep konservasi. Peningkatan wisatawan akan meningkatkan polusi suara, yang selanjutnya bisa mempengaruhi burung-burung yang berimigrasi, yang konon sudah mulai berkurang jumlahnya. Saya berharap ada solusi tengah untuk menjembatani ini, mungkin dipisahkan antara kawasan yang boleh dikunjungi, dan kawasan yang benar-benar bebas manusia, Karena sayang sekali, jika warga Kota Surabaya tidak diberikan kesempatan menikmati kawasan yang berbeda dari keseharian mereka. Solusi ini bisa diawali oleh kita para pengunjung sendiri, dengan tidak menimbulkan kegaduhan dan yang terpenting tidak membuang sampah sembarangan. Saya menjumpai banyak sampah plastik & coretan-coretan tak penting terutama disepanjang jalur tracking

Dermaga di muara sungai
Hutan Mangrove Wonorejo ini sangat berpotensi menjadi eduwisata. Selama ini memang sudah berjalan program penanaman mangrove yang dilakukan sebagai bagian CSR berbagai perusahaan & pendidikan di lingkungan sekolah –sekolah di Surabaya & sekitarnya, tetapi tempat ini bisa memberikan lebih. Para pengunjung seharusnya bisa menjadikan tempat ini untuk mengenal (bukan hanya tahu) berbagai jenis Pohon Mangrove. Mungkin tempat ini perlu dilengkapi dengan lebih banyak lagi pamflet,atau papan informasi,atau bahkan sebuah theatre seperti yang ada monument kapal selam. Pengunjung disini juga bisa diajak untuk  mengenal berbagai jenis burung atau sebagai bird watch, terlebih kawasan ini sudah ditetapkan kawasan pantau burung imigrasi dunia. Hutan Mangrove wonorejo ini sebenarnya punya species unik, antara lain burung laut terbesar : Ardea purpurea, dan burung laut terkecil  (sebesar ibu jari) : Gerygone sulpurea. Saya sebenarnya penasaran apakah di daerah tersebut masih ada buaya. 

Walau belum sempurna tapi menjadikan Hutan Mangrove Wonorejo sebagai kawasan Ecowisata sudah sangat baik, Wah saya lebih banyak menggurui ditulisan ini dari pada bercerita di sana ada apa saja. Saya sempat melirik ada paket wisata berlayar dari Jembatan Suramadu, Jalasveva Jayamahe, & Hutan Mangrove Wonorejo ini, sayangnya saya belum sempat mencari tahu, maybe next time. Finally…. Untuk warga kota yang ingin melihat sisi lain kota Surabaya Hutan Mangrove Wonorejo wajib dikunjungi.

Kamis, 08 November 2012

Perjalanan Menjadi Seorang Diver

Saya terakhir ke Bali pada tahun 2007 silam. Saat itu saya 7 hari menginap di sebuah hotel berbintang dengan sebuah kolam renang yang tergolong mewah, sempat pula merasakan kamar jutaan rupiah permalamnya di hotel nikko yang memiliki kolam renang di sebelah laut dengan pemadangan fantastisnya, hingga 7 hari mengikuti event di tepi Pantai Nusa dua, tetapi tak sekalipun saya menyentuh air. Maklum, saat itu saya masih punya status “takut air”. Saat ini. 5 tahun hampir berlalu, saya kembali ke pulau dewata justru untuk memasuki dunia bawah airnya.

Sekitar 60% luas bumi dan 2/3 luas Indonesia adalah lautan, artinya akan ada banyak yang kita lewatkan tanpa kita bisa berenang. Berada 10 menit di dalam air akan membuat anda bertemu lebih banyak jenis species dibanding jika berada 1 jam di sebuah hutan. Spirit ini membuat saya untuk belajar berenang di tahun 2008, dan mulai menjajal diving di tahun 2011 lalu. Tak disangka pengalaman pertama diving di Aquarium Sea World ancol Jakarta membuat saya ketagihan (baca pengalaman kacau saya sebagai diver :di sini dengan tulisan yang juga kacau hehehe). Dari sini saya sudah bertekad menaikkan level dengan memegang license diving.

License diving itu ibarat sebuah SIM saat anda berkendara. Di beberapa tempat anda memang diijinkan diving tanpa license (dengan pengawasan) tetapi saya tidak menyarankan anda menyelam tanpa kemampuan dasar diving. Olahraga ini bisa membuat anda terdekompresisi (terputusnya kemampuan otak – otot akibat gelembung nitrogen), hingga kehilangan nyawa. Bahkan saking bahayanya diving, asuransi saya tidak mengcover kecelakaan saat melakukannya.

Proses mendapatkan license diving itu seperti mendapatkan ijazah sekolah, ada banyak jenis dan macamnya, ada  POSSI  (persatuan olahraga selam seluruh Indonesia) yang berafiliasi dengan CMAS italia, SSI, NAUI, atau yang paling umum & menjadi standard dunia adalah PADI. Mana yang lebih bagus? Semuanya bagus, yang penting anda dibimbing instruktur yang berlicense ingat ya harus instruktur, bukan dive master. Prinsipku : belajar dari orang yang tepat akan membentuk attitude safety diving yang bagus pula, imbasnya akan meminimalisasi resiko. Jenis kelas diving sendiri bermacam – macam : ada jenis pengenalan (bisa disebut try scuba/discovery scuba=tidak berlicense), Open water, advance, dan lain  sebagainya. Untuk pemula, saya memilih license open water, pemegang license ini diijinkan menyelam hingga kedalaman 20 m di seluruh dunia.

Lokasi Tulamben (sumber : diveconcepts.com)
Mendapatkan license diving itu mahalnya minta ampun (untuk ukuran kantong saya loh) sekitar 3 – 5 juta, dengan durasi 2-5 hari. Saya perlu melakukan program penghematan, untuk mengumpulkan modal, dan berani memulai pencarian tempat kursusnya.

Dari sebuah pameran saya punya referensi banyak tempat kurus penyelaman, dan saya jatuh cinta dengan Tulamben sebagai lokasi diving awal yang sempurna. Harganya tidak jauh beda di Jakarta bonus lokasi shipwreck yang keren belum lagi itu di Bali!.  Sayangnya untuk open water di Tulamben, dive center mensyaratkan minimal peserta sebelum memulai kelas, Saya booking di hari yang punya banyak calon peserta, walau hari yang saya pilih bertepatan dengan lebaran Idul adha.

Sepuluh hari sebelum berangkat saya menerima surel tentang pembatalan kelas yang saya booking, dimana dari 8 orang yang mendaftar hanya saya yang mendaftar ulang, 7 lainnya menjadwal ulang kelasnya. Saya bisa saja ikut menjadwal ulang, tetapi tiket pesawat sudah di tangan, hotel sudah dibooking, dan terpenting semangat sudah  membuncah tak terima lagi ditunda. Saya putuskan untuk go show dengan melakukan janji di beberapa dive center lewat surel.

Baru tersadar ternyata Bali punya banyak sekali dive center, khususnya Sanur & Nusa dua. Sayangnya (lagi-lagi) untuk diving di Tulamben, dive center2x itu mensyaratakan minimal 2 peserta, Akhirnya saya setuju begabung dengan dive center di Nusa dua, dimana di hari terakhir saya dijanjikan untuk diving di Tulamben dengan catatan ada teman lain yang bergabung.

Kelas menyelam ini dibagi 3 tahap, sesi teori didalam kelas, sesi kolam renang, dan kemudian di laut lepas. Pada sesi teori, materi diberikan melalui video,& penjelasan langsung dari  instruktur. Setiap akhir bab ada quiz, & ujian tulis di akhir sesi. Saya seperti menjalani rangkaian test Toefl, karena semua soal & materi disajikan dalam bahasa Inggris.  Jadi jika biasanya saya jarang menghabiskan waktu di hotel saat berlibur, kali ini setiap malam saya gunakan untuk membaca buku manual setebal 250 halaman. Semuanya test tulis berjalan dengan mulus, walau saya suka sulit membedakan kata sink & float (padahal beda banget hehehe). 

Pelajaran di kelas diselingi pelajaran praktik di kolam renang. Disini saya mempraktekan tentang apa yang saya pelajari di dalam kelas, mulai dari menyiapkan alat menyelam, bernafas melalui regulator, berkomunikasi, mengendalikan buoyanci (naik – turun dalam air), membersihkan mask, dan menjalani berbagai kondisi darurat lainnya. Bagi saya yang sudah akrab dengan kolam renang, belajar di kolam renang tidak begitu menyulitkan, tetapi sesi kolam renang yang bisa mencapai 2 jam, membuat saya capek luar biasa.
Tantangan pertama dalam sesi kolam renang adalah : memakai wet suit ! ini beneran tantangan berat untuk saya yang memiliki badan segede gaban

Pantai Nusa Dua
Pada sesi laut lepas, 2 sesi penyelaman awal dilakukan di laut Nusa dua pada kedalaman 10 – 12 meter. Walau semua materi sudah saya kuasai di kolam renang, tetapi entahlah ada perasaan takut yang menimbulkan “rasa mules di perut” setiap memasuki laut. Rasa takut mendadak membesar saat merasakan tekanan di laut yang lebih besar. Disini saya belajar beberapa teknik ekualisasi untuk menyesuaikan diri dengan tekanan dalam laut. Lambat laun rasa takut & panik berangsur hilang, terlebih saat melihat keindahan bawah laut Nusa dua. Yang unik selalu ada serombongan ikan warna-warni yang mengerubuti, saat saya mempraktekan semua teori penyelaman. Di sesi awal ini saya masih belum sepenuhnya menguasai kontrol badan, dimana saya bisa tiba-tiba terangkat ke atas atau mendadak menabrak karang…bener persis kayak bebek kena potas.

Tips menyelam : Bergeraklah dengan pelan & tetap bernafas secara teratur & dalam
Berjalan memasuki laut
Dua sesi penyelaman terakhir adalah ujian saya sebelum mendapat license open water diving, disini saya juga menerima log book yang akan berisi jam “terbang” saya dalam menyelam. Keinginan saya untuk mendapatkan license open water diving di Tulamben, akhirnya kesampaian juga, sepasang suami –istri asal India melengkapi quota, thanks ya. Di Tulamben kita mendapat pengalaman baru, dimana kita masuk laut dengan berjalan dari pantai. Karakter pantai di Tulamben yang berbatu, ombak ,pemberat 6 kg plus tabung membuat saya kesulitan berjalan masuk kedalam air. Berkali-kali saya terjerembab, karena terpeleset & terjangan ombak, tetapi pemandangan fantastis bangkai kapal perang amerika yang saat ini menjadi rumah ikan raksasa membayar segalanya.

Pantai Tulamben
Di salah satu sesi penyelaman saya sempat merasakan panick attack, terlebih saat memasuki bangkai kapal. Jenis wet suit pendek yang saya pakai membuat parno tergores bangkai kapal plus kebanyakan mikir negatif, membuat saya mendadak ketakutan hingga kesulitan bernafas. Pada posisi ini saya hanya bisa diam, mengatur nafas, hingga akhirnya bisa menguasai diri sendiri. Dulu saya pernah heran dengan cerita seseorang yang katanya sudah menguasai teknik penyelaman mendadak kejang-kejang saat memasuki sebuah bangkai kapal, ternyata  di sini saya belajar bahwa akan selalu ada situasi baru disetiap penyelaman, dan kita diharap selalu siap dan selalu menguasai diri.

Saat saya benar-benar bisa menguasai diri, saya baru bisa menikmati dahsyatnya keindahan bawah laut Tulamben. Di bawah kedalaman air hingga 20 meter saya sudah PD melepas masker, hingga melepas dan mencari kembali regulator saya, atau bertukar regulator emergency dengan buddy saya, walau masih sedikit kacau saya mulai bisa mengontrol bouyanci (pergerakan dalam air). 

Finally saya merasakan hal luar biasa saat di dasar laut. Saat memandang cahaya matahari yang masuk ke dalam laut dibalik terumbu karang yang tumbuh di seluruh bangkai kapal perang (pemandangan terbaik yang pernah saya lihat selama ini). membuat saya tersadar……. My life will never be the same again.