Jalur tracking Hutam Mangrove Wonorejo |
Sebagai Kota metropolitan,
Surabaya rupanya masih memiliki kawasan lindung berupa hutan mangrove, dan bisa
disebut sebagai hutan terakhir yang tersisa di kota itu. Hutan Mangrove yang
memiliki luas lebih dari 2.300 Ha ini
terletak di Wonorejo, Rungkut atau pantai timur Surabaya. Di sekitar hutan ini terdapat
buzem atau danau tempat pengendali banjir Kota Surabaya, sekaligus
menghubungkan buzem ini dengan lautan (selat Madura). Apa jadinya jika Surabaya
tidak melindungi kawasan ini ya?
Lay out Hutan Mangrove Wonorejo |
Pemkot Surabaya menetapkan
kawasan ini sebagai kawasan ekowisata sejak awal 2010. Kawasan ini juga
merupakan kawasan ujicoba program konservasi hutan mangrove yang dilakukan Menteri
kehutanan dengan Japan International Cooperatinon (JICA). Hutan terakhir ini
memang perlu segera diselamatkan mengingat kawasan ini kian terdesak oleh
pembangunan disekitarnya. Hutan ini berada diatara tambak-tambak petani dan
juga terhimpit pembangunan real estate yang kian pesat. Kehilangan hutan ini artinya
Surabaya akan juga kehilangan tempat pengendali banjir, kehilangan penahan
abrasi air laut, hingga hilangnya habitat bagi 84 species burung & kawasan
singgah 44 species burung imirgrasi.
Sebagai kawasan wisata, Hutan
Mangrove Wonorejo ini tidak terjangkau kedaraan umum. Anda bisa menggunakan
taksi untuk menjangkau kwasan ini, dan siap-siap menelpon taksinya untuk kembali menjemput
anda. Ada 2 kegiatan yang bisa dilakukan disini, antara lain : tracking melintasi hutan mangrove dengan
jalur sepanjang 500 meter atau berperahu sejauh 3,5 km menuju muara “Sungai Londo”.
Menara pantau yang sayangnya.... |
Jalur tracking berdiri diatas lahan gambut dengan kayu sebagai alas ini
sebenarnya cukup nyaman, dan rindang oleh pohon mangrove, tetapi tetap saja hawa
kota Surabaya yang sangat panas (apalagi ini di dekat pantai) membuat keringat
mengucur. Saya cukup menikmati berjalan –
jalan di hutan ini, dengan pemandangan dari suatu ekosistem yang berbeda dari
yang biasa saya lihat seharian. Di sini kita bisa mengetahui berbagai
jenis pohon mangrove, dan berbagai biota unik seperti : ikan yang bisa berjalan di lumpur. Di ujung jalur
tracking ini terdapat menara bird watch yang sayangnya belum jadi.
Belum puas, saya mencoba beperahu
di “Sungai Londo” (entah apa nama aslinya, menuju Laut Wonorejo (sebenarnya selat
Madura). Untuk perjalanan sejauh 3,5 km ini dibutuhkan waktu sekitar 20- 30 menit.
Disepanjang jalan saya menjumpai berbagai jenis burung pantai/laut, &
monyet ekor panjang yang katanya mendapatkan makanan dengan “memancing”
kepiting dengan ekornya. Sebagai “orang yang tinggal di kebun” jumlah &
ragam species yang saya temui di sepanjang sungai ini tidak sebanyak seperti
yang saya jumpai di kebun tebu di Lampung.
Jalur tracking menuju gazebo |
Perjalanan berperahu ini berakhir
di muara sungai, tempat pertemuan sungai dengan laut (Selat Madura). Di sini
biasanya kita “ditinggal” oleh perahu yang kita tumpangi, tapi jangan khawatir,
mereka biasanya kembali lagi sekitar 40 menit -1 jam. Di dermaga muara sungai ini terdapat Jalur tracking yang mengarah ke gazebo yang
menghadap laut & sebuah restoran. Sayangnya jalur trackingnya yang mengarah
ke gazebo itu terbuat dari bambu, yang menurut saya tidak cukup stabil (apalagi
jika disana sedang padat pengunjung). Belum lagi saya melihat salah satu bagian gazebo
yang ambruk ke laut, membuat saya sempat berfikir 2x untuk memasukinya.
Saya pikir jika di dalam hutan
mangrove saja sudah panas, apalagi di gazebo di tepi pantai yang diberi nama “Poltabes”
dan “Pertamina” (diberi nama sesuai dengan instansi yang membangunnya), tetapi
ternyata saya salah. Berada di dalam gazebo ini sangat sejuk, tenang, dan hanya
terdengar suara burung dan deburan ombak. Di lantai 2 gazebo pertamina anda
bisa melihat view keseluruhan hutan mangrove, cocok untuk yang suka aktivitas bird watch. Lokasi ini sebenarnya juga
cocok untuk aktivitas memancing, saya melihat banyak ikan berlompatan di jalur dari
pertemuan arus sungai & laut.
Gazebo pertamina |
Sayangnya “kesyahduan” ini
dirusak dengan perut saya yang lapar. Celakanya restauran disini ternyata tak
buka setiap saat. Saya tidak membawa makanan dan minuman, dan tempat
ini tak memiliki akses ke daratan utama, membuat saya hanya bisa menunggu datangnya perahu, untuk membawa saya kembali ke
daratan utama.
Saya mendengar ada perbedaan konsep dalam melindungi kawasan Hutan Mangrove ini. Konsep ekowisata dinilai bertabrakan dengan konsep
konservasi. Peningkatan wisatawan akan meningkatkan polusi suara, yang
selanjutnya bisa mempengaruhi burung-burung yang berimigrasi, yang konon sudah
mulai berkurang jumlahnya. Saya berharap ada solusi tengah untuk menjembatani
ini, mungkin dipisahkan antara kawasan yang boleh dikunjungi, dan kawasan yang
benar-benar bebas manusia, Karena sayang sekali, jika warga Kota Surabaya tidak
diberikan kesempatan menikmati kawasan yang berbeda dari keseharian mereka.
Solusi ini bisa diawali oleh kita para pengunjung sendiri, dengan tidak
menimbulkan kegaduhan dan yang terpenting tidak membuang sampah sembarangan. Saya
menjumpai banyak sampah plastik & coretan-coretan tak penting terutama disepanjang
jalur tracking.
Dermaga di muara sungai |
Hutan Mangrove Wonorejo ini sangat
berpotensi menjadi eduwisata. Selama ini memang sudah berjalan program
penanaman mangrove yang dilakukan sebagai bagian CSR berbagai perusahaan &
pendidikan di lingkungan sekolah –sekolah di Surabaya & sekitarnya, tetapi
tempat ini bisa memberikan lebih. Para pengunjung seharusnya bisa menjadikan
tempat ini untuk mengenal (bukan hanya tahu) berbagai jenis Pohon Mangrove. Mungkin
tempat ini perlu dilengkapi dengan lebih banyak lagi pamflet,atau papan informasi,atau bahkan sebuah theatre seperti yang ada monument kapal selam. Pengunjung disini juga bisa diajak untuk mengenal berbagai jenis burung atau
sebagai bird watch, terlebih kawasan
ini sudah ditetapkan kawasan pantau burung imigrasi dunia. Hutan Mangrove
wonorejo ini sebenarnya punya species unik, antara lain burung laut terbesar : Ardea purpurea, dan burung laut terkecil
(sebesar ibu jari) : Gerygone sulpurea. Saya sebenarnya penasaran
apakah di daerah tersebut masih ada buaya.
Walau belum sempurna tapi menjadikan Hutan
Mangrove Wonorejo sebagai kawasan Ecowisata sudah sangat baik, Wah saya lebih
banyak menggurui ditulisan ini dari pada bercerita di sana ada apa saja. Saya
sempat melirik ada paket wisata berlayar dari Jembatan Suramadu, Jalasveva Jayamahe,
& Hutan Mangrove Wonorejo ini, sayangnya saya belum sempat mencari tahu, maybe next time. Finally…. Untuk warga kota yang ingin melihat sisi lain kota
Surabaya Hutan Mangrove Wonorejo wajib dikunjungi.
Monggo silahkan.
BalasHapusSalam kenal ya AGan dan SIsta :)
BalasHapusMampir ya ke blogspot aku, banyak artikel dan hiburan menarik lho
Jangan Lupa ya^^, Terima kasih
https://tasyataipanqq.blogspot.com/2017/12/lakukan-ini-saat-miskin-maka-kamu-akan.html