Minggu, 10 Maret 2013

Berburu Spot Snorkeling Di Teluk Lampung.

Ilustrasi Lokasi Teluk Lampung
Saya baru tinggal di Lampung sekitar 7 tahun yang lalu, saya bermigrasi dari Kota Surabaya karena kebetulan mendapat pekerjaan di Lampung. Waktu itu saya masih takut air, tidak bisa berenang, tidak suka laut, apalagi suka jalan-jalan. Hingga perjalanan dinas saya di salah satu Pelabuhan Panjang di Kota Bandar Lampung, menyadarkan saya akan indahnya Teluk Lampung. Waktu itu, saya kagum akan pemandangan yang hampir mustahil saya jumpai di kota asal saya Surabaya, bagaimana bisa ada laut seindah itu di pinggir sebuah kawasan industri? Saya berfikir, jika laut disekitar kawasan industri/perdagangan bisa seindah itu, bagaimana indahnya pantai dan tempat wisatanya?. Waktu itu, entah setan atau malaikat apa yang membisiki saya, hingga punya komitmen untuk belajar berenang dan menikmati indahnya pantai dan dunia bawah laut Teluk Lampung. 

Sayangnya, saya hanya mendapat informasi yang minim tentang tempat-tempat terbaik di Teluk Lampung. Tetapi, itu bukan alasan untuk mensyurutkan langkah saya menikmati indahnya bawah laut Teluk Lampung dengan bersnorkeling. Lalu, petualangan pencarian spot-spot snorkeling di teluk ini saya mulai sekitar 2 tahun yang lalu.
  
Pantai Mutun
Perjalanan pertama membawa saya ke 3 pantai yang menjadi wisata favorit disekitar Padang cermin, Kabupaten Pesawaran : Pantai Mutun, Ringgung, dan Pantai klara. Pantai Mutun, bagai Pantai Ancolnya Lampung, di hari libur pantai ini bak “lautan cendol manusia”. Pantai ini bahkan punya water boom, berupa seluncuran air yang mengarah ke laut. Melihat crowdednya pantai ini, saya pesimis bisa mendapat spot snorkeling terbaik.
  
Saya baru menjumpai terumbu karang di Pulau Tangkil, sekitar 5-10 menit menyeberang dari Pantai Mutun. Sayangnya lalu lalang perahu wisata, Jet ski, banana boat, dan lain-lain dari Pantai Mutun, membuat saya tak bisa aman menikmati snorkeling. Pemandangan terumbu karang saya yang pertama memberikan kesan takjub, sekaligus miris. Ada banyak ikan – ikan lucu yang saya lihat disini, tetapi dalam kondisi habitat yang mengkhawatirkan. Saya menemui terumbu karang yang rusak, dan menjumpai beberapa ikan kecil yang tinggal di dalam sampah plastik yang tenggelam.
    
Perjalanan dilanjutkan ke Pantai Ringgung, lokasi pantai ini agak tersembunyi, sekitar 2 km dari jalan utama penghubung kota Bandar Lampung – Padang cermin. Pantai yang berhadapan persis dengan perbukitan ini ternyata penuh dengan aktivitas para nelayan & keramba ikan, sehingga kami tak menjumpai spot snorkeling. Perjalanan dilanjutkan ke Pantai klara, Pantai ini berada persis di pinggir jalan utama penghubung Bandar Lampung – Padang cermin. Di pantai ini masih banyak dijumpai berbagai jenis ikan, sayangnya jenis pantai tak berterumbu karang. Baru – baru ini saya baru tahu  bahwa Pantai Ringgung & Klara hanyalah pintu masuk ke Pulau Tegal, Kelagian & Pahawang salah satu spot snorkeling terbaik di Teluk Lampung, dan ini akan jadi target perjalanan saya berikutnya.
  
Sebuah homestay di Kiluan
Pencarian spot snorkeling saya berlanjut ke Teluk Kiluan, yang terletak diantara Teluk Lampung –  Teluk Semangka. Perjalanan dari Pantai Klara ke Teluk Kiluan sudah jadi tantangan tersendiri. Selama 2 jam kita terguncang-guncang dalam mobil akibat jalan yang rusak, kesasar akibat minimnya petunjuk (waktu itu), bahkan masih banyak warga yang belum tahu ada tempat bernama Teluk Kiluan. Tetapi, itu semua terbayar lunas pada penemuan spot snorkeling yang saya cari.  

Spot snorkeling terbaik di tempat ini ada di salah satu “halaman depan” sebuah homestay di seberang Pulau kelapa, sekitar 5 menit berperahu dari Teluk Kiluan. Lokasi spot snorkeling ini tak jauh dari pantai, dengan berbagai jenis ikan hias yang menarik dan juga banyak dijumpai bintang laut berwarna biru. Hati-hati, karena posisi terumbu karang yang dangkal, ombak laut akan dengan mudah menghempaskan kita menabrak terumbu karang. Bukan hanya badan yang tergores karang, tetapi terumbu karang akan juga mengalami kerusakan.Spot snorkeling Di Pulau Kelapa, Teluk Kiluan juga berada di dekat bibir pantai. Karena dekat ke pantai, itu, ada banyak orang-orang yang tidak begitu mahir bersnorkeling tanpa sengaja menginjaknya. Saya tidak menjumpai tempat persewaan alat snorkeling di sekitar tempat itu, membuat para wisatawan bersnorkling ala kadarnya. Hal ini membuat saya khawatir kelangsungan hidup terumbu karang di teluk ini.
  
Lumba-lumba Teluk Kiluan
Sebenarnya suguhan utama di Teluk Kiluan ini bukan pada spot snorkeling tetapi pada “berburu” rombongan Lumba-lumba tutup botol. Konon Lumba-lumba ini dulu sering masuk ke Teluk Kiluan, karena adanya penangkapan dengan bom ikan, Lumba-lumba ini menjauh ke tangah lautan. Saya masih mendapat cerita beberapa lumba-lumba ditemukan tewas terkena bom ikan. Kabar bagusnya, dengan naik daunnya wisata lumba-lumba di kawasan ini, membuat para masyarakat berlomba mengamankan wilayah perairan disekitar mereka dari penggunaan Bom ikan.
    
Selepas mengunjungi sisi timur Teluk Lampung, Di lain waktu saya sisihkan waktu untuk mencari spot snorkeling di sisi barat Teluk Lampung tepatnya di Kabupaten Lampung Selatan. Sama seperti perjalanan sebelumnya saya mulai dengan mengunjungi pantai –pantai wisata favorit di kawasan itu, seperti: Pasir putih, Laguna helau, & Kalianda resort. Sama seperti di Pantai Mutun, Ringgung, & Klara, pantai-pantai ini merupakan jenis pantai landai berpasir yang tak berterumbu karang. Saya masih harus mengeluarkan kocek untuk menyewa perahu ke pulau-pulau di tengah teluk untuk mendapat spot snorkeling.
   
Atas dasar informasi itu, maka saya kembali menyusun rencana untuk berburu spot snorkeling melalui jalur laut. Pucuk dicinta ulam pun tiba, saya pun menjumpai sebuah group di dunia maya yang berfikiran sama seperti saya untuk menjelajahi teluk Lampung melalui jalur laut.
  
Mengambil titik awal di Dermaga Canti Kalianda Lampung Selatan, kami menyewa perahu nelayan selama 2 hari. Tujuan awal perjalanan kami adalah lokasi di barat daya, di Teluk Kiluan, berlanjut ke Pantai jarang gigi dan Pulau Legundi. Dari Pulau Legundi kita melintasi teluk lampung yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia menuju anak Gunung Krakatau, dan dalam perjalanan kembali ke Dermaga Canti kita akan mampir ke, Pulau Umang-umang (Pulau Sebesi), dan Pulau Sebuku kecil.

Tapi rencana-tinggal rencana, kami salah memilih hari, Bulan Desember adalah waktu yang buruk untuk menggunakan jalur laut. Ombak yang tinggi mengagalkan kami mencapai Pulau Legundi, Jarang gigi, & Kiluan. Akhirnya perahu kami berbalik arah tujuan, ke Pulau sebuku kecil. 
   
Berlatar Pulau Sebuku Kecil
Pulau Sebuku kecil sebenarnya hanya berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari Dermaga Canti, Kalianda. Pulau kecil tak berpenghuni ini  sebenarnya punya laut sangat jernih, dan konon kita bisa menemukan ikan kakap merah disini. Sayangnya banyaknya jumlah orang yang bersnorkling di sini mengaduk pasir laut, dan membuat jarak pandang dalam air menjadi buruk. Perlu waktu 30 menit bagi saya untuk menemukan spot snorkling menarik, yaitu di sebelah timur pulau mendekati hutan bakau. Di titik ini saya menemukan 3 anemon dengan banyak ikan badut berukuran kecil.
  
Setelah lebih dari 1 jam bersnorkling, tujuan kami selanjutnya adalah Pulau Sebesi, sekitar 30 menit perjalanan dari Pulau Sebuku Kecil. Pulau yang awalnya adalah perkebunan kelapa ini sekarang berangsur menjadi pulau wisata. Suatu langkah yang bagus mengingat Pulau Sebesi dikelilingi spot-spot snorkeling, diving, memancing dan Gunung Krakatau yang potensial mendatangkan wisatawan.
      
Pulau Umang-umang
Spot snorkeling Pulau Sebesi terdekat ada di Pulau Umang-umang, 10 menit perjalanan dari Pulau Sebesi. Spot snorkeling di pulau ini jauh lebih luas dengan macam ikan hias lebih beragam dibanding di Pulau Sebuku Kecil. Tetapi, saya tidak menjumpai anemon dengan clown fish. Ada pemandangan ironis, walau ada larangan menambang terumbu karang di pulau Sebesi & Umang-umang,tapi bangunan penahan ombak di Pulau Sebesi  justru dibuat dari pecahan terumbu karang. Kami juga menemukan villa yang menghadap Pulau Umang-umang dengan halaman yang dihiasi pecahan terumbu karang. duh!
 
Perjalanan kami teruskan menuju Krakatau. Perjalanan Pulau Sebesi – Karakatau bukan hal yang mudah, ombak besar selat sunda sukses mengocok-ocok kami selama 2 jam. Untungnya mabuk laut kami langsung hilang saat menjejakkan kaki di pantai pulau anak Gunung Krakatau. Berbeda dengan pantai di kawasan Teluk Lampung yang punya pantai berpasir putih, Pantai disini berpasir hitam. Hal ini terjadi karena pulau-pulau di sekitar Krakatau adalah pulau vulkanik, pulau yang dibentuk oleh letusan berapi. Letusan Krakatau tahun 1883, membentuk 3 pulau Pulau Rakata (tempat induk Krakatau), P. anak Gungung Krakatau, P. Panjang, dan P. Rakata besar.
 
Dari ke empat pulau ini, kami mencoba spot snorkeling di Pulau Rakata. Spot ini dikenal dengan nama lagoan cabe, dan merupakan spot snorkeling paling juara dalam pencarian saya selama ini. Di lokasi ini ditemukan lebih banyak ikan hias & jenis terumbu karang, bahkan untuk pertama kalinya saya berjumpa penyu dan ular laut liar di alam bebas.

Lagoan cabe
Berbeda dengan spot-spot snorkeling lain di Teluk Lampung, karena terbentuk dari gunung berapi dasar lautnya berwarna kehitaman didominasi bebatuan, sehingga air laut terlihat lebih jernih, dan tak mudah teraduk walau ada banyak orang bersnorkling di sini. Di spot snorkeling ini juga terdapat palung yang tidak terlihat dasarnya, cukup membuat ngeri bagi para baru belajar snorkling. Belum lagi suasana Pulau Rakata dilingkupi hutan lebat, seakan menyimpan misteri tragedi besar memberikan atmosfir misterius di sekitar spot snorkling ini. Konon jika anda diving di tempat ini, anda bisa melihat kawah Krakatau purba yang sesekali mengeluarkan gelembung udara. 

Tertarik mengikut jejak kami? Saran saya cuma satu : harus anti mabuk, baik jalur darat maupun jalur lautnya.

Minggu, 25 November 2012

Jalan- Jalan Malam Di Kuta Bali

Pose andalan solo traveler
Tujuan utama saya pergi ke Bali kemarin sebenarnya hanya untuk belajar menyelam. Awalnya saya tidak punya target untuk mengeksplore banyak tempat di sana, tetapi berhubung kegiatan selam-menyelamnya cuma berlangsung siang hari,  saya berfikiran akan punya banyak waktu di malam hari. Alhasil, saya pun googling mencari tempat-tempat di Bali yang bisa saya kunjungi di malam hari. Ketika rencana jalan untuk 4 malam sudah disusun, dan sudah diputuskan untuk mencari hotel di Kuta, (lokasi menginap terbaik untuk mengakses semua rencana), rupanya faktor “U” berkata lain.

Entah karena kecapekan setelah seharian berendam di kolam renang & laut, atau karena saya harus “melahap” 250 halaman buku manual menyelam, atau memang benar-benar faktor “U” membuat mata saya tak bisa berkompromi ketika jam menunjukkan pukul 8 malam. Saya seperti tidak punya energi lagi untuk begadang. Setiap berjalan kaki 300 – 500 m, rasanya sudah pengen balik ke hotel untuk tidur. 
Sebenarnya waktu itu, saya memang benar-benar jaga kondisi, terlebih tiap pagi saya harus punya kondisi fit untuk menyelam.  Sebelum berangkat ke Bali, saya sudah merasakan tanda-tanda bakal terserang flu, padahal terserang flu bisa jadi bencana saat menyelam. Flu akan mengganggu kemampuan beradaptasi kita di dalam air saat menyelam, dan pemakaian obat flu pun juga dilarang saat melakukan penyelaman. Jadi dari pada saya gagal menyelam mending saya batasi keluar malam (alasanku bagus khan…padahal ngeles)
Dari sedikit waktu yang saya habiskan waktu, ini beberapa tujuan yang bisa saya rekomendasikan saat anda ingin menghabiskan malam  di kuta :
1. Kuta Theatre.
Kuta theatre. No camera allowed
Kuta theater adalah sebuah pertunjukkan drama tari yang dipadu dengan pertujukkan sulap. Lokasi Kuta theatre ada di Jl. Kartika Plaza (Sebelah Kuta Waterbom Park). Harga tiketnya Rp. 80 ribu dengan durasi pertunjukan  + 20 – 30 menit.  Pertujukkan menampilkankisah persahabatan Gusti atmaja – Ni ulantari. Gusti yang mendadak berubah sikap gara-gara tak kuat “mental” menjadi OKB (orang kaya baru), menjadi suka berfoya-foya & bahkan berlaku kasar pada sahabatnya Ni ulantari. Hingga kepergian Ni ulantari mengingatkan Gusti bahwa dirinya telah bertindak kebabalasan.

Menampilkan sebuah kisah dalam lagu sudah biasa, dalam tari pun juga sudah biasa, tetapi kuta theatre menampilkan dalam pertunjukan sulap. Terus terang walau trick-trick sulapnya sudah pernah saya lihat di TV-TV, tetapi saya masih merasa takjub dengan melihatnya secara langsung. Pilihlah deretan kursi pertama, dan jangan berkedip sedikit pun (emang bisa?) demi melihat orang yang tiba-tiba muncul di panggung, atau tiba-tiba menghilang, terbelah, dan lain sebagainya. Walau ada adegan orang terbelah tetapi semua adegan ditampilkan tidak terlalu keras untuk disaksikan anak-anak. 

Di Kuta Theater sebenarnya adalah momen pertama saya melihat tarian bali secara langsung, still amazing with their eyes….

2. Pantai Kuta
Pantai kuta saat sunset jadi lautan manusia
Saat malam, cobalah pergi ke pantai Kuta untuk merebahkan diri di hangatnya pasir dengan hembusan angin laut yang dingin. Apalagi suara ombak, menjadikan tempat ini sebagai tempat relaksasi yang gak kalah dengan tempat relaksasi spa yang mahal. Walau sunset di tempat ini keren, tetapi waktu terbaik untuk pergi ke tempat ini justru diatas jam 10 malam. Pada jam tersebut  pantai sudah mulai sepi, dan hingar bingar musik café, bar & kebisingan jalanan juga mulai berkurang. Sayangnya tempat ini jadi ajang favorit orang pacaran, bahkan aksi mereka kian hot jika lewat tengah malam. Hati-hati kebablasan, karena ada polisi adat yang bisa merazia anda.

3. Mall Discovery kuta.
Live music discovery mall
Halah jauh-jauh ke bali masa mainnya ke mall? tips ini khusus untuk wisatawan yang tinggal di kebun tebu seperti saya hahahahha. Sebenarnya saya sendiri tak menikmati berada di mall, tetapi Mall Dicovery ini beberapa kali menampilkan suguhan live music yang sayang dilewatkan. Saat saya berkunjung, ada 2  live music yang digelar dari 2 genre music yang berbeda. Ada pertunjukkan musik rock di halaman mall, dan favorit saya : live music folk/ethnic, dari seorang musisi suku Indian (haduh lupa namanya) di dalam mall, yang terpenting disana GRATIS!

4. Pasar wisata kuta.
Agak unik ya ketika saya merekomendasikan wisata belanja.  Bagian terbaik mengunjungi Pasar Wisata Kuta adalah melihat barang-barang kerajinan bali, berbagai produk spa berikut aromatherapy, dan…. Bagi sebagian orang mungkin bertanya apa asyiknya? menurut saya tetap saja menarik melihat kerajinan Bali langsung dari tempat asalnya. Saya sendiri membeli sebuah sarung bali dan seorang gadis cantik dengan sabar mempraktekan berbagai teknik memasang sarung dengan tangan melingkar di pinggang saya (ok jangan ditiru #modus ini ya).

5. Tempat makan, Spa, Café, & Bar
Bagi yang sudah pernah ke Bali pasti tahu tempat-tempat ini mendominasi jalanan Kuta. Saya tidak bisa merekomendasi tempat terbaik, karena saya juga tidak punya cukup waktu (dan uang) untuk mencoba satu persatu. 

Live music folk/ethnic di discover mall
Untuk tempat makan, disini saya belajar bahwa tempat dengan lokasi strategis punya harga makanan yang luar biasa mahal, walau rasanya sama dengan tempat makan di tempat lain dengan harga jauh lebih murah. Saya katakan lokasi strategis adalah lokasi yang dekat pantai dengan dan atau view sunset. Kadang beberapa beberapa tempat ini sebenarnya biasa saja, tetapi entahlah Bali seperti punya atmosfir sendiri yang membuat segalanya jadi istimewa. Ditambah banyaknya orang asing dari berbagai dunia disini, Kalau boleh pinjam istilah atraksi turis melihat turis.

Teman baru saya sebenarnya merekomendasikan beberapa bar terbaik lengkap dengan minuman terbaik mereka, sayangnya saya tidak minum alkohol jadi saya tidak begitu mengerti “rekomendasinya”. 

Saya hanya mencoba pijat refleksi di salah satu tempat spa di dekat hotel tempat saya menginap. Saya memperhatikan therapist disana telah dibekali bagaimana berinteraksi dengan para tamu dari berbagai bangsa, jadi mereka lebih hangat dalam melayani tamu, tak salah Bali selalu mendapat predikat wisata spa terbaik

Ada yang sudah proaktif bertanya referensi esek-esek,  wah nanti judulnya jalan-jalan om senang donk hahahahaha.

Senin, 12 November 2012

Hutan Terakhir Kota Surabaya

Jalur tracking Hutam Mangrove Wonorejo
Sebagai Kota metropolitan, Surabaya rupanya masih memiliki kawasan lindung berupa hutan mangrove, dan bisa disebut sebagai hutan terakhir yang tersisa di kota itu. Hutan Mangrove yang memiliki luas lebih dari  2.300 Ha ini terletak di Wonorejo, Rungkut atau pantai timur Surabaya. Di sekitar hutan ini terdapat buzem atau danau tempat pengendali banjir Kota Surabaya, sekaligus menghubungkan buzem ini dengan lautan (selat Madura). Apa jadinya jika Surabaya tidak melindungi kawasan ini ya?

Lay out Hutan Mangrove Wonorejo
Pemkot Surabaya menetapkan kawasan ini sebagai kawasan ekowisata sejak awal 2010. Kawasan ini juga merupakan kawasan ujicoba program konservasi hutan mangrove yang dilakukan Menteri kehutanan dengan Japan International Cooperatinon (JICA). Hutan terakhir ini memang perlu segera diselamatkan mengingat kawasan ini kian terdesak oleh pembangunan disekitarnya. Hutan ini berada diatara tambak-tambak petani dan juga terhimpit pembangunan real estate yang kian pesat. Kehilangan hutan ini artinya Surabaya akan juga kehilangan tempat pengendali banjir, kehilangan penahan abrasi air laut, hingga hilangnya habitat bagi 84 species burung & kawasan singgah 44 species burung imirgrasi.

Sebagai kawasan wisata, Hutan Mangrove Wonorejo ini tidak terjangkau kedaraan umum. Anda bisa menggunakan taksi untuk menjangkau kwasan ini, dan siap-siap menelpon taksinya untuk kembali menjemput anda. Ada 2 kegiatan yang bisa dilakukan disini, antara lain : tracking melintasi hutan mangrove dengan jalur sepanjang 500 meter atau berperahu sejauh 3,5 km menuju muara “Sungai Londo”.

Menara pantau yang sayangnya....
Jalur tracking berdiri diatas lahan gambut dengan kayu sebagai alas ini sebenarnya cukup nyaman, dan rindang oleh pohon mangrove, tetapi tetap saja hawa kota Surabaya yang sangat panas (apalagi ini di dekat pantai) membuat keringat mengucur.  Saya cukup menikmati berjalan – jalan di hutan ini, dengan pemandangan dari suatu ekosistem yang berbeda dari yang biasa saya lihat seharian. Di sini kita bisa mengetahui berbagai jenis pohon mangrove, dan berbagai biota unik seperti :  ikan yang bisa berjalan di lumpur. Di ujung jalur tracking ini terdapat menara bird watch yang sayangnya belum jadi. 

Belum puas, saya mencoba beperahu di “Sungai Londo” (entah apa nama aslinya, menuju Laut Wonorejo (sebenarnya selat Madura). Untuk perjalanan sejauh 3,5 km ini dibutuhkan waktu sekitar 20- 30 menit. Disepanjang jalan saya menjumpai berbagai jenis burung pantai/laut, & monyet ekor panjang yang katanya mendapatkan makanan dengan “memancing” kepiting dengan ekornya. Sebagai “orang yang tinggal di kebun” jumlah & ragam species yang saya temui di sepanjang sungai ini tidak sebanyak seperti yang saya jumpai di kebun tebu di Lampung.

Jalur tracking menuju gazebo
Perjalanan berperahu ini berakhir di muara sungai, tempat pertemuan sungai dengan laut (Selat Madura). Di sini biasanya kita “ditinggal” oleh perahu yang kita tumpangi, tapi jangan khawatir, mereka biasanya kembali lagi sekitar 40 menit -1 jam.  Di dermaga muara sungai ini terdapat Jalur tracking yang mengarah ke gazebo yang menghadap laut & sebuah restoran. Sayangnya jalur trackingnya yang mengarah ke gazebo itu terbuat dari bambu, yang menurut saya tidak cukup stabil (apalagi jika disana sedang padat pengunjung). Belum lagi saya melihat salah satu bagian gazebo yang ambruk ke laut, membuat saya sempat berfikir 2x untuk memasukinya.

Saya pikir jika di dalam hutan mangrove saja sudah panas, apalagi di gazebo di tepi pantai yang diberi nama “Poltabes” dan “Pertamina” (diberi nama sesuai dengan instansi yang membangunnya), tetapi ternyata saya salah. Berada di dalam gazebo ini sangat sejuk, tenang, dan hanya terdengar suara burung dan deburan ombak. Di lantai 2 gazebo pertamina anda bisa melihat view keseluruhan hutan mangrove, cocok untuk yang suka aktivitas bird watch. Lokasi ini sebenarnya juga cocok untuk aktivitas memancing, saya melihat banyak ikan berlompatan di jalur dari pertemuan arus sungai & laut. 


Gazebo pertamina
Sayangnya “kesyahduan” ini dirusak dengan perut saya yang lapar. Celakanya restauran disini ternyata tak buka setiap saat. Saya tidak membawa makanan dan minuman, dan tempat ini  tak memiliki akses ke daratan utama, membuat saya hanya bisa menunggu datangnya perahu, untuk membawa saya kembali ke daratan utama.

Saya mendengar ada perbedaan konsep dalam melindungi kawasan Hutan Mangrove ini. Konsep ekowisata dinilai bertabrakan dengan konsep konservasi. Peningkatan wisatawan akan meningkatkan polusi suara, yang selanjutnya bisa mempengaruhi burung-burung yang berimigrasi, yang konon sudah mulai berkurang jumlahnya. Saya berharap ada solusi tengah untuk menjembatani ini, mungkin dipisahkan antara kawasan yang boleh dikunjungi, dan kawasan yang benar-benar bebas manusia, Karena sayang sekali, jika warga Kota Surabaya tidak diberikan kesempatan menikmati kawasan yang berbeda dari keseharian mereka. Solusi ini bisa diawali oleh kita para pengunjung sendiri, dengan tidak menimbulkan kegaduhan dan yang terpenting tidak membuang sampah sembarangan. Saya menjumpai banyak sampah plastik & coretan-coretan tak penting terutama disepanjang jalur tracking

Dermaga di muara sungai
Hutan Mangrove Wonorejo ini sangat berpotensi menjadi eduwisata. Selama ini memang sudah berjalan program penanaman mangrove yang dilakukan sebagai bagian CSR berbagai perusahaan & pendidikan di lingkungan sekolah –sekolah di Surabaya & sekitarnya, tetapi tempat ini bisa memberikan lebih. Para pengunjung seharusnya bisa menjadikan tempat ini untuk mengenal (bukan hanya tahu) berbagai jenis Pohon Mangrove. Mungkin tempat ini perlu dilengkapi dengan lebih banyak lagi pamflet,atau papan informasi,atau bahkan sebuah theatre seperti yang ada monument kapal selam. Pengunjung disini juga bisa diajak untuk  mengenal berbagai jenis burung atau sebagai bird watch, terlebih kawasan ini sudah ditetapkan kawasan pantau burung imigrasi dunia. Hutan Mangrove wonorejo ini sebenarnya punya species unik, antara lain burung laut terbesar : Ardea purpurea, dan burung laut terkecil  (sebesar ibu jari) : Gerygone sulpurea. Saya sebenarnya penasaran apakah di daerah tersebut masih ada buaya. 

Walau belum sempurna tapi menjadikan Hutan Mangrove Wonorejo sebagai kawasan Ecowisata sudah sangat baik, Wah saya lebih banyak menggurui ditulisan ini dari pada bercerita di sana ada apa saja. Saya sempat melirik ada paket wisata berlayar dari Jembatan Suramadu, Jalasveva Jayamahe, & Hutan Mangrove Wonorejo ini, sayangnya saya belum sempat mencari tahu, maybe next time. Finally…. Untuk warga kota yang ingin melihat sisi lain kota Surabaya Hutan Mangrove Wonorejo wajib dikunjungi.